Refleksi ̶S̶a̶b̶t̶u̶ Minggu Pagi (2/7/2023)

yessi
2 min readJul 2

--

Beberapa waktu yang lalu, gue dikabari temen soal kelakuan pengendara plat B di luar Jakarta yang mengemudi seenaknya, kalau enggak salah mencoba berkendara lawan arah karena jalanan macet. Alhasil, jalanan tambah macet, semua orang bete, dan “sial”-nya, plat B jadi sorotan utama dari kejadian tersebut.

Saat melihat itu, gue pun berpikir, hmm mungkinkah ini wujud dari “me first and fuck everyone else” mentality?

Fast forward a couple of weeks later, gue melihat lagi video orang-orang cepet-cepetan masuk ke gerbong kereta Solo-Jogja. Penyebabnya tentu saja karena semua orang (sebisa mungkin) mau duduk sepanjang perjalanan (yang kalau tidak salah, durasinya lumayan itu. Gue sendiri tidak tahu pasti berapa lama). Nah, pemandangan ini yang akhirnya membuat gue berpikir:
Tentu saja orang berebut. Kan, tempat duduknya terbatas. Tidak semua orang bisa mendapatkannya.

Terus, kenapa semua orang ingin duduk? Memang kalau berdiri saja kenapa?
Ya mungkin kalau berdiri terlalu lama, ya capek di jalan.

Terus, kenapa kalau capek? Apa yang salah dengan capek? Kenapa orang tidak mau capek?
Nah, sampai sini, gue belum menemukan lagi jawabannya.

Tapi yang pasti, pemandangan berebut tempat duduk di kereta itu mengingatkan gue lagi dengan pemandangan berebut tempat duduk di KRL. To me personally, it was such a normal sight, I don’t think I found it fascinating anymore. It is almost like seeing something that supposed to happen. Almost like breathing.

Lalu hal itu membuat gue berpikir,

Apakah mungkin mentality “me first, fuck everyone else” yang (mungkin) dimiliki (tidak semua) orang Jakarta, adalah bentuk dari jumlah sumber daya (dalam hal ini, tempat duduk di KRL) yang terbatas?

Lebih jauh, apakah hal ini pula yang membuat orang Jakarta lebih kompetitif? Because they have to constantly fight for limited resources on most aspects in their life on a daily basis? Is this the reason why they are pressured? Daily? Is this the reason why they got easily agitated over the simpliest things? Is it because of the constant pent up anger and stress?

Nah, sampai sini, gue belum menemukan lagi jawabannya.

--

--

yessi
0 Followers

likes to romanticize tragedy. because some of the most beautiful things happen at the most unfortunate events.